Sekilas kisah – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan selebgram Cut Intan Nabila telah menjadi sorotan publik. Terutama karena bayi yang turut berada di sekitar orangtua saat pertengkaran terjadi. Kejadian ini bukan hanya memicu perhatian masyarakat tetapi juga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak jangka panjang terhadap perkembangan bayi yang terpapar konflik keluarga. Kasus ini seharusnya menjadi alarm bagi semua orang tua tentang bagaimana pertengkaran di depan anak dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka.
Dokter spesialis anak, dr. K.S. Denta, MSc, Sp.A, yang merupakan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), menjelaskan bahwa pertengkaran orangtua yang sering terjadi di hadapan bayi tidak hanya berpotensi menimbulkan cedera fisik. Tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kesehatan mental bayi. “Sejumlah penelitian menunjukkan bayi sudah bisa merasakan stres kala mendengar atau melihat orangtua mereka bertengkar.
“Baca juga: Kekerasan Terhadap Bayi dan Balita Lagi Marak”
Menurut dr. Denta, bayi yang sering terpapar konflik keluarga cenderung menunjukkan respons stres yang lebih tinggi. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan aktivitas di bagian otak yang berkaitan dengan pengolahan emosi dan stres. “Bayi yang terpapar konflik sering kali menunjukkan pola variasi detak jantung. Yang mirip dengan mereka yang mengalami gangguan stres dan masalah emosional,” paparnya.
Meskipun bayi belum bisa mengungkapkan perasaan mereka secara verbal. Respons stres mereka dapat diukur melalui indikator biologis, seperti variasi detak jantung dan aktivitas otak. Penelitian juga menunjukkan bahwa bayi dari keluarga yang sering mengalami konflik. Menunjukkan peningkatan aktivitas di area otak yang bertanggung jawab untuk mengelola emosi dan stres. Aktivitas ini terutama meningkat ketika bayi mendengar suara marah atau konflik.
Dr. Denta memperingatkan bahwa jika efek stres ini tidak ditangani, dampaknya bisa bertahan hingga dewasa. Bayi yang sering terpapar emosi negatif dari orang tua dapat mengalami kesulitan dalam mengelola emosi mereka saat dewasa. “Bayi yang terpapar emosi negatif orang tua saat dewasa akan jauh lebih sulit untuk mengelola emosi mereka dengan baik,” ungkapnya.
Namun, ada kabar baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa efek negatif dari stres bayi masih dapat diperbaiki karena otak bayi memiliki fleksibilitas yang tinggi. “Ketika sudah terlanjur sering bertengkar, maka orangtua segera meminta maaf kepada bayi,” sarannya. Penting bagi orang tua untuk menerapkan pola pengasuhan yang hangat, sensitif, dan responsif. Ini dapat membantu melindungi bayi dari efek negatif lingkungan yang penuh stres.
“Simak juga: Prevalensi Skizofrenia di Daerah Istimewa Yogyakarta”
Langkah-langkah untuk Mengurangi Dampak Stres
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT )yang melibatkan selebgram Cut Intan Nabila menyoroti pentingnya menjaga lingkungan rumah yang sehat bagi perkembangan anak. Pertengkaran orang tua di hadapan bayi tidak hanya memengaruhi mereka secara fisik tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan otak dan kesehatan mental.