Sekilas kisah – Pasca kemenangan dalam Pemilihan Presiden 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus segera menghadapi realitas utang yang besar yang mereka warisi dari pemerintahan Joko Widodo. Salah satu tantangan utama yang harus dihadapi adalah pembayaran bunga utang yang signifikan, yang telah diproyeksikan mencapai Rp 258,98 triliun untuk semester II tahun 2024.
Bunga utang ini terbagi antara utang dalam negeri sebesar Rp 236,36 triliun dan utang luar negeri sebesar Rp 22,67 triliun. Dengan demikian, total pembayaran bunga utang dalam tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp 498,95 triliun, yang setara dengan 100,3% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Suminto, menjelaskan bahwa peningkatan ini terutama dipengaruhi oleh faktor kurs mata uang. Meskipun demikian, pemerintah akan menggunakan strategi penerbitan utang yang fleksibel dan oportunistik untuk meminimalkan biaya dan efisiensi pengelolaan keuangan negara.
Pemerintah telah menanggulangi sebagian besar pembayaran bunga utang hingga Semester I-2024 dengan jumlah Rp 239,96 triliun, yang setara dengan 48,3% dari total APBN 2024. Upaya ini sejalan dengan upaya untuk mengendalikan belanja pemerintah dengan mempertimbangkan diversifikasi instrumen utang, komposisi tenor. Serta strategi penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mengurangi kebutuhan penerbitan utang baru.
Namun, tantangan utama bagi Prabowo dan Gibran tidak hanya terbatas pada pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri. Mereka juga dihadapkan pada utang jatuh tempo yang signifikan pada tahun 2025, yang mencapai Rp 800 triliun. Mayoritas utang ini berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) yang harus dibayar sesuai dengan jadwalnya.
Eko Listiyanto dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperingatkan bahwa penundaan pembayaran utang. Ini bisa berpotensi menghadapi respons negatif dari pasar keuangan internasional. Ini mengisyaratkan bahwa pemerintahan Prabowo harus menggenjot pendapatan negara. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak defisit fiskal yang mungkin terjadi jika pendapatan tidak mencapai target atau malah menurun.
Selain itu, ekonom senior INDEF, Faisal Basri, menyoroti bahwa Prabowo akan menghadapi tekanan besar sebagai presiden yang harus mengelola utang negara yang sangat besar ini. Ia menegaskan bahwa penting bagi Prabowo untuk mengambil langkah-langkah. Yang tepat dalam pengelolaan keuangan negara guna mencegah krisis keuangan yang lebih dalam di masa mendatang.
Dengan demikian, Prabowo dan Gibran tidak hanya diuji dalam hal kebijakan ekonomi dan keuangan. Tetapi juga dalam kemampuan mereka untuk mengelola warisan utang yang besar dengan bijak dan bertanggung jawab untuk keberlanjutan fiskal negara. Langkah-langkah yang cermat dan strategis dalam pengelolaan utang dan pembangunan pendapatan. Akan menjadi kunci kesuksesan mereka dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.