Sekilas Kisah – Pada Juni 2024, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 8.444,87 triliun, meningkat Rp 91,85 triliun dari bulan sebelumnya. Hal ini mengerek rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 39,13 persen, naik dari 38,71 persen. Peningkatan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi pada akhir pemerintahan Jokowi dalam mengelola keuangan negara.
Terdiri dari dua jenis utama: Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritasnya adalah 87,85 persen, berasal dari SBN, sementara sisanya 12,15 persen merupakan pinjaman.
“Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Menguat Menyusul Kebijakan Moneter BI”
Per Juni 2024, total utang SBN mencapai Rp 7.418,76 triliun, dengan rincian sebagai berikut:
Utang pemerintah dari pinjaman luar negeri mencapai Rp 1.026,11 triliun, dengan rincian sebagai berikut:
Rata-rata jatuh tempo utang Indonesia, yang diukur dengan average time maturity (ATM), adalah 7,98 tahun per Juni 2024. Kemenkeu mencatat bahwa profil ini dianggap cukup aman, menunjukkan kestabilan dalam pengelolaan utang.
Meskipun terjadi peningkatan utang, pemerintah Indonesia tetap disiplin dalam pengelolaannya. Pemertahanan peringkat kredit Indonesia sebagai investment grade oleh lembaga pemeringkat seperti S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR, menegaskan kepercayaan pasar terhadap kebijakan ekonomi dan keuangan negara.
Dengan demikian, kondisi pada semester pertama 2024 mencerminkan perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan dalam menjaga stabilitas keuangan negara, sekaligus menyesuaikan dengan dinamika ekonomi global yang fluktuatif. Hal ini memberikan gambaran bahwa kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas finansial nasional. Di masa mendatang, penting bagi pemerintah untuk terus memantau dan mengelola utang dengan cermat guna meminimalkan risiko serta memaksimalkan penggunaan sumber daya untuk kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.
“Simak Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Optimisme dan Prediksi S&P”